Pada era penjajahan zaman kolonial pemerintahan Belanda melakukan program pemerataan penduduk dengan cara memindahkan penduduk yang padat ketempat yang wilayahnya masih longgar atau transmigrasi. Salah satu contohnya kakek Saya yang bermukim tempat tinggal di Jawa dipindahkan oleh kolonial belanda ke wilayah Propinsi Bengkulu, Pulau Sumatra. Hasilnya hingga saat ini warga setempat membedakan ras-pribumi atau ras-nonPribumi, cara mereka berkumpul, sosialisai dan perilaku terpisah membedakan dengan penduduk asli atau pendatang, padahal dari segi fisik, bentuk tubuh dan lainnya tidak dapat dibedakan ras-pribumi atau pendatang, hanya risih dengan ucapan wong jawo, jika kedapatan pendatang bukan penduduk asli.
Perlu diingat yang berjuang memerdekakan Negri Indonesia hingga saat ini, yang membuat Kalian semua makan dan minum di bumi Indonesia adalah para pahlawan kemerdekaan yang kesemuanya bersatu dari berbagai Pulau, sehingga Jawa, Sumatra, Kalimantan atau Sulawesi sama saja berjuang memerdekakan 1Indonesia.
DiEra Soeharto orde baru, sistem pemerintahan yang condong berpihak kalangan tertentu mulai terlihat kembali, bukan hanya bentuk usaha tapi juga pemerintahan misalnya dengan terang-terangan ras-tionghia yang menduduki jabatan menguasai wilayah terbesar Indonesia mulai terlihat pada tahun 2011, yang merupakan cikal bakal maraknya non-pribumi lainnya menduduki jabatan pemerintahan, padahal hal tersebut terdapat dalam pasal perundangan -1.Hanya warga Negara Pribumi yang dapat menduduki jabatan Pemerintahan-. Contoh hal mudah, ras pribumi dianaktirikan, TNI atau Tentara Nasional Indonesia yang kebanyakan berasal dari kalangan menengah kebawah yang kesemuanya penduduk Asli Indonesia ditolak mentah-mentah menduduki jabatan atau mereka menyebutnya atau mengturnya dalam perundangan yang disebut dwi fungsi takhabisnya dipersoalkan, jabatan Lurah saja TNI tidak diperbolehkan, mungkin pangkatnya rendah. Berbagai peraturan birokrasi ekonomi terpimpin kesemuanya boulseh yang hanya dimanfaatkan kalangan tertentu.